Rabu, 30 September 2009

MANFAAT INGAT NO HP

Anakku, waktu bunda ke sebuah tempat perbelanjaan, kawan bunda bilang, hati-hati pegang erat-erat tangan anaknya.
Suatu hari bunda pergi ke pusat pertokoan, karena asyik melihat-lihat baju, tiba-tiba disana ada yang janggal, apa ya? ternyata, anak bunda yang paling kecil, tak ada. Wah, bunda paniknya bukan main.
Ketika sudah ketemu, tahu tidak apa yang bunda lakukan?! "bunda tidak marah padanya, tapi malah anak bunda yang marah dan bilang bunda jahat, kok tega ya. Rupanya karena dia begitu kembali ketempat bunda pilih-pilih baju tadi, dia tidak mendapati bunda, dan kemudian dia nangis mencari bunda dan dia menghubungi satpam setempat. Alhamdulillah dipinjami handphone dan Alhmadulillah dia hafal nomer hape ayahnya dan kemudian ayahnya menelpon bunda.
Tahu tidak apa yang sebetulnya membuat dia marah? Dia kesal karena nomer hape bunda ganti melulu. Sejak itu bunda tidak lagi tukar nomer telpon. Dan bila pergi-pergi, maka anak bungsu bunda yang berusia 6 tahun punya KTP buatan sendiri lho, yang isinya foto dirinya, nama ayah dan ibu serta nomer hape ayah dan ibunya, yang selalu dibawa bila pergi kemana-mana.
WWW.ERAMUSLIM.COM

AYAH PINJAM

Mana ada zaman sekarang, seorang ayah mengatakan : "Ayah lagi gak punya uang," dulu kata kata itu yang sering diucapkan ayahku. Membuat aku berfikir, kalau ayah tak punya uang, maka aku akan mencari suami yang punya uang, he.. he.. Dan sekarang sudah ada nih, suami yang tak hanya punya uang (walau tak berlebih, karena bukan penjaga bank) dan juga punya kasih sayang.

Terkadang ayahku meminjam uang, untuk membiayai kepergianku ke mana saja agar aku tidak kuper. Namun suatu hari aku tak jadi kemana-mana, karena aku melihat dengan mata kepalaku sendiri seorang ayah yang gelisah, dia bukan ayahku, gelisah menunggui mahasiswanya, ya dia dosenku. Dia menunggu mahasiswanya keluar dari kelas dan kemudian berbisik pada mahasiswanya : “Namamu siapa ya, Bapak lupa." kata mahasiswanya, "Agus pak...”
"Oh ya, Agus, saya pinjam uang kamu, dan kamu boleh tak ikut ujian minggu depan,“ dengan bingung Agus memberi sang dosen Rp.100 ribu rupiah, dan sejenak aku tercenung, mungkinkah ayah meminjam uang juga pada seseorang bila aku memaksanya memberi aku uang, yang terkadang pemakaian uang itupun tak penting.
 
Nah, coba kau bayangkan, sebagai anak muda dan juga remaja, mungkin dan pernahkah kamu memikirkan darimana ayahmu punya uang? Apakah sulit? Bila ya, maka tahanlah dirimu untuk meminta uang. Jangan sampai karena kita minta ini itu, Ayah kita menanggung malu harus pinjam-pinjam uang kesana kesini, dan uang kita habiskan untuk foya - foya dengan teman-teman, ah..tak tega rasanya.
WWW.ERAMUSLIM.COM

MASJID KUBAH EMAS

Hanya ada tujuh masjid berkubah emas di dunia. Salah satunya berada di Indonesia. Ternyata, kubah-kubah dan menara masjid ini mempunyai arti tersendiri.
Masjid ini berlokasi di Depok. Tepatnya, Jalan Meruyung, Kelurahan Limo, Kecamatan Cinere, Kota Depok, Propinsi Jawa Barat.
Disebut masjid kubah emas, karena kubah-kubah masjid ini memang dilapisi emas 24 karat setebal 2 hingga 3 milimeter. Kubah-kubah itu terdiri dari satu kubah utama berdiameter 20 meter dengan tinggi 25 meter, dan empat kubah kecil dengan diameter 7 meter dan tinggi 8 meter. Lima kubah ini melambangkan rukun Islam.
Selain itu, di pojok-pojok masjid juga berdiri enam menara yang berbentuk segi enam (heksagonal) dengan tinggi sekitar 40 meter. Keenam menara ini dibalut batu-batu granit abu-abu dengan ornamen melingkar. Pada puncak menara-menara ini juga terdapat kubah yang dilapisi emas. Enam menara ini melambangkan rukun iman.

Nama masjid ini sebenarnya Masjid Dian Al-Mahri. Dibangun oleh seorang pengusaha asal Banten bernama Dian Djuriah Al-Rasyid. Ia membeli tanah di situ sejak 1996 dan mulai membangun masjid pada tahun 2001. Pembangunan selesai pada tahun 2006, dan dibuka untuk publik pada tanggal 31 Desember 2006, bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha 1427 H.

Luas bangunan masjid 8 ribu meter, 7 ribu meter untuk halaman parkir, dan 60 hektar untuk lahan pendukung. Di lahan pendukung itu kini sudah hadir restoran, toko butik, rumah penginapan, gedung serbaguna, Islamic Senter, dan lain-lain. Kelak di sekitarnya akan dibangun pesantren dan universitas.
WWW.eramuslim.com


MASJID DI SURABAYA


Selain kemegahannya, masjid ini dihiasi berbagai seni kaligrafi dan ukiran yang menghias di dinding dan pintu masjid.
Namanya Masjid Al-Akbar Surabaya. Biasa disebut masyarakat sekitar dengan MAS. Lokasinya di Pagesangan, dekat jalan tol Surabaya – Gempol.
Tampak dari kejauhan, kubah masjid berwarna hijau kebiru-biruan berbentuk setengah telur. Suatu bentuk dan warna kubah yang agak lain dari masjid umumnya di Indonesia. Di samping kubah, berdiri tegak menara berwarna putih.
Luas bangunan dan fasilitas penunjang masjid sekitar 22.300 meter per segi. Dengan panjang 147 meter dan lebar 128 meter. Atap masjid dilengkapi dengan satu kubah besar dengan tinggi 27 meter. Dan, empat kubah kecil dengan tinggi sekitar 11 meter.
Bagian luar masjid dihiasi berbagai corak ukiran dan kaligrafi. Pintu masuk masjid terdiri dari 45 pintu utama. Semuanya dibuat dari kayu jati berukir.
Bagian dalam masjid dihiasi ornamen ukiran dan kaligrafi yang sangat dominan menghiasi dinding-dinding masjid. Rak Alquran tersebar di seluruh penjuru masjid. Ornamen atas terdapat kaligrafi sepanjang 180 meter dengan lebar satu meter.
Masih dalam nuansa arsitektur, salah satu penunjang keindahan adalah terpenuhinya kebutuhan penerangan. Mulai dari penerangan dalam gedung, halaman, taman, hingga lampu yang menerangi kubah dan menara.
Penunjang keindahan lain adalah interior hiasan kaca patri. Kaca ukir seni ini menjadi suatu kekuatan dan keindahan tersendiri di bidang eksterior dan interior. Selain bermanfaat menghemat energi, kaca patri ini juga berfungsi untuk meredam suara bising.
Masjid terbesar kedua di Indonesia setelah Istiqlal ini mulai dibangun pada tanggal 4 Agustus 1995 atas gagasan mantan walikota Surabaya, Soenarto Soemoprawiro. Selesai pembangunan pada tanggal 10 November 2000, dan diresmikan oleh mantan Presiden Abdurrahman Wahid. Di MAS juga tersedia dua gedung pertemuan. Yakni, ruang as-Shofa dan al-Marwah. Kedua gedung ini bisa digunakan untuk resepsi pernikahan, seminar, pameran dan sebagainya. Selain dipakai akad nikah, ruang Zaitun (di bawah Ruang As Shofa) dan Ruang Yasmin (di bawah Ruang Al Marwah) seringkali dipakai masyarakat untuk kegiatan manasik haji, pengajian, penyuluhan agama, pesantren Ramadhan dan sebagainya.
Di lokasi menara, terdapat lift yang bisa digunakan masyarakat umum untuk naik ke puncak menara masjid. Dari atas puncak itulah, masyarakat bisa melihat kota Surabaya dari atas ketinggian.
Daya tarik lain dari MAS adalah layanan akses internet gratis di areal masjid. Ada tiga titik hotspot yang bisa menjangkau sekitar 100 meter di sekitar areal masjid. (mnh)
www.eramuslim.com

SANG PENAKLUK

Pernah mendengar kisah sang penakluk. Beliau adalah seorang anak kecil yang pandai dan beliau adalah anak raja di daerah eropah timur, beliau ketika berusia 7 tahun tidak mau mengaji dan belajar, bahkan semua gurunya ditertawakan, sampai sampai ayahnya marah dan memanggil guru yang sangat tegas dan disiplin untuknya, sang guru ketika mengajar pertamakali, tidak diindahkan olehnya sampai sang guru melapor pada orangtuanya dan ayahnya sang raja memutuskan untuk sang guru boleh bersikap tegas dan disiplin pada anaknya . kemudian ketika sang guru berhadapan dengn bocah cilik yang kemudian ketika dewasa menjadi penakluk kota penting di seluruh dunia yang dinamakan “ constantinople”,maka sang guru bersikapsangat galak dan disiplin, awalnya ditertawakan, namun ketika sang guru serius dan disiplin, sang penakluk menjadi takut dan siap untuk belajar dan akhirnya dalam waktu 2 tahun sang penakluk menjadi hafal alquran, dilanjutkan dengan belajar ilmu falak, matematika dan ilmu kewarganegaraan, sehingga dalam umur 18 tahun, beliau dinobatkan sebagai raja, dan dalam usia 21 tahun beliau mampu menjadi penakluk sebuah kota termewah dan terpenting diseluruh dunia, Beliau adalah Sultan Muhammad Al Fatih.
www.eramuslim.com

UJIAN KEMISKINAN


Punya pendidikan tinggi merupakan impian tiap orang. Tapi, bagaimana jika kemiskinan terus menghadang. Jangankan untuk biaya kuliah, buat makan saja susah.
Punya pendidikan tinggi merupakan impian tiap orang. Tapi, bagaimana jika kemiskinan terus menghadang. Jangankan untuk biaya kuliah, buat makan saja susah.
Berikut ini penelusuran dan wawancara Eramuslim dengan seorang pemulung yang kini bisa terus kuliah di jurusan akuntansi di Pamulang, Tangerang. Mahasiswi berjilbab itu bernama Ming Ming Sari Nuryanti.
Sudah berapa lama Ming Ming jadi pemulung?
Sejak tahun 2004. Waktu itu mau masuk SMU. Karena penghasilan ayah semakin tidak menentu, kami sekeluarga menjadi pemulung.
Sekeluarga?
Iya. Setiap hari, saya, ayah, ibu, dan lima adik saya berjalan selama 3 sampai 4 jam mencari gelas mineral, botol mineral bekas, dan kardus. Kecuali adik yang baru kelas 2 SD yang tidak ikut.
***
Tempat tinggal Ming Ming berada di perbatasan antara Bogor dan Tangerang. Tepatnya di daerah Rumpin. Dari Serpong kurang lebih berjarak 40 kilometer. Kawasan itu terkenal dengan tempat penggalian pasir, batu kali, dan bahan bangunan lain. Tidak heran jika sepanjang jalan itu kerap dipadati truk dan suasana jalan yang penuh debu. Di sepanjang jalan itulah keluarga pemulung ini memunguti gelas dan botol mineral bekas dengan menggunakan karung.
Tiap hari, mereka berangkat sekitar jam 2 siang. Pilihan jam itu diambil karena Ming Ming dan adik-adik sudah pulang dari sekolah. Selain itu, bertepatan dengan jam berangkat sang ayah menuju tempat kerja di kawasan Ancol.
Setelah berjalan selama satu setengah sampai dua jam, sang ayah pun naik angkot menuju tempat kerja. Kemudian, ibu dan enam anak itu pun kembali menuju rumah. Sepanjang jalan pergi pulang itulah, mereka memunguti gelas dan botol mineral bekas.
Berapa banyak hasil yang bisa dipungut?
Nggak tentu. Kadang-kadang dapat 3 kilo. Kadang-kadang, nggak nyampe sekilo. Kalau cuaca hujan bisa lebih parah. Tapi, rata-rata per hari sekitar 2 kiloan.
Kalau dirupiahkan?
Sekilo harganya 5 ribu. Jadi, per hari kami dapat sekitar 10 ribu rupiah.
Apa segitu cukup buat 9 orang per hari?
Ya dicukup-cukupin. Alhamdulillah, kan ada tambahan dari penghasilan ayah. Walau tidak menentu, tapi lumayan buat keperluan hidup.
***
Ming Ming menjelaskan bahwa uang yang mereka dapatkan per hari diprioritaskan buat makan adik-adik dan biaya sekolah mereka. Sementara Ming Ming sendiri sudah terbiasa hanya makan sekali sehari. Terutama di malam hari.
Selain itu, mereka tidak dibingungkan dengan persoalan kontrak rumah. Karena selama ini mereka tinggal di lahan yang pemiliknya masih teman ayah Ming Ming. Di tempat itulah, mereka mendirikan gubuk sederhana yang terbuat dari barang-barang bekas yang ada di sekitar.
Berapa hari sekali, pengepul datang ke rumah Ming Ming untuk menimbang dan membayar hasil pungutan mereka.
Kalau lagi beruntung, mereka bisa dapat gelas dan botol air mineral bekas di tempat pesta pernikahan atau sunatan. Sayangnya, mereka harus menunggu acara selesai. Menunggu acara pesta itu biasanya antara jam 9 malam sampai jam 2 pagi. Selama 5 jam itu, Ming Ming sebagai anak sulung, ibu dan dua adiknya berkantuk-kantuk di tengah keramaian dan hiruk pikuk pesta.
Kalau di hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, keluarga pemulung ini juga punya kebiasaan yang berbeda dengan keluarga lain. Mereka tidak berkeliling kampung, berwisata, dan silaturahim ke handai taulan. Mereka justru memperpanjang rute memulung, karena biasanya di hari raya itu, barang-barang yang mereka cari tersedia lebih banyak dari hari-hari biasa.
Ming Ming tidak malu jadi pemulung?
Awalnya berat sekali. Apalagi jalan yang kami lalui biasa dilalui teman-teman sekolah saya di SMU N 1 Rumpin. Tapi, karena tekad untuk bisa membiayai sekolah dan cinta saya dengan adik-adik, saya jadi biasa. Nggak malu lagi.
Dari mana Ming Ming belajar Islam?
Sejak di SMU. Waktu itu, saya ikut rohis. Di rohis itulah, saya belajar Islam lewat mentoring seminggu sekali yang diadakan sekolah.
Ketika masuk kuliah, saya ikut rohis. Alhamdulillah, di situlah saya bisa terus belajar Islam.
Orang tua tidak masalah kalau Ming Ming memakai busana muslimah?
Alhamdulillah, nggak. Mereka welcome saja. Bahkan sekarang, lima adik perempuan saya juga sudah pakai jilbab.
***
Walau sudah mengenakan busana muslimah dengan jilbab yang lumayan panjang, Ming Ming dan adik-adik tidak merasa risih untuk tetap menjadi pemulung. Mereka biasa membawa karung, memunguti gelas dan botol air mineral bekas, juga kardus. Bahkan, Ming Ming pun sudah terbiasa menumpang truk. Walaupun, ia harus naik di belakang.
Ming Ming kuliah di mana?
Di Universitas Pamulang, Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi S1.
Maaf, apa cukup pendapatan Ming Ming untuk biaya kuliah?
Jelas nggak. Tapi, buat saya, kemiskinan itu ujian dari Allah supaya kita bisa sabar dan istiqamah. Dengan tekad itu, saya yakin bisa terus kuliah.
Walaupun, di semester pertama, saya nyaris keluar. Karena nggak punya uang buat biaya satu semester yang jumlahnya satu juta lebih. Alhamdulillah, berkat pertolongan Allah semuanya bisa terbayar.
***
Di awal-awal kuliah, muslimah kelahiran tahun 90 ini memang benar-benar melakukan hal yang bisa dianggap impossible. Tanpa uang memadai, ia bertekad kuat bisa masuk kuliah.
Ketika berangkat kuliah, sang ibu hanya memberikan ongkos ke Ming Ming secukupnya. Artinya, cuma ala kadarnya. Setelah dihitung-hitung, ongkos hanya cukup untuk pergi saja. Itu pun ada satu angkot yang tidak masuk hitungan alias harus jalan kaki. Sementara pulang, ia harus memutar otak supaya bisa sampai ke rumah. Dan itu ia lakukan setiap hari.
Sebagai gambaran, jarak antara kampus dan rumah harus ditempuh Ming Ming dengan naik empat kali angkot. Setiap angkot rata-rata menarik tarif untuk jarak yang ditempuh Ming Ming sekitar 3 ribu rupiah. Kecuali satu angkot di antara empat angkot itu yang menarik tarif 5 ribu rupiah. Karena jarak tempuhnya memang maksimal. Jadi, yang mesti disiapkan Ming Ming untuk sekali naik sekitar 14 ribu rupiah.
Di antara trik Ming Ming adalah ia pulang dari kuliah dengan berjalan kaki sejauh yang ia kuat. Sambil berjalan pulang itulah, Ming Ming mengeluarkan karung yang sudah ia siapkan. Sepanjang jalan dari Pamulang menuju Serpong, ia melepas status kemahasiswaannya dan kembali menjadi pemulung.
Jadi, jangankan kebayang untuk jajan, makan siang, dan nongkrong seperti mahasiswa kebanyakan; bisa sampai ke rumah saja bingungnya bukan main.
Sekarang apa Ming Ming masih pulang pergi dari kampus ke rumah dan menjadi pemulung sepulang kuliah?
Saat ini, alhamdulillah, saya dan teman-teman UKM Muslim (Unit Kegiatan Mahasiswa Muslim) sudah membuat unit bisnis. Di antaranya, toko muslim. Dan saya dipercayakan teman-teman sebagai penjaga toko.
Seminggu sekali saya baru pulang. Kalau dihitung-hitung, penghasilannya hampir sama.
Jadi Ming Ming tidak jadi pemulung lagi?
Tetap jadi pemulung. Kalau saya pulang ke rumah, saya tetap memanfaatkan perjalanan pulang dengan mencari barang bekas. Bahkan, saya ingin sekali mengembangkan bisnis pemulung keluarga menjadi tingkatan yang lebih tinggi. Yaitu, menjadi bisnis daur ulang. Dan ini memang butuh modal lumayan besar.
Cita-cita Ming Ming?
Saya ingin menjadi da'i di jalan Allah. Dalam artian, dakwah yang lebih luas. Bukan hanya ngisi ceramah, tapi ingin mengembangkan potensi yang saya punya untuk berjuang di jalan Allah. (MN)
www.eramuslim.com

KELUARGA YANG DIUJI ALLAH

Seorang diri, sang ibu merawat dan menghidupi empat anak dan suaminya yang lumpuh selama puluhan tahun.
Bayangkan kalau semua anak Anda menderita lumpuh. Tentu, Anda akan sangat bingung dengan masa depan mereka. Di Purwakarta, ada seorang ibu yang bukan hanya empat anaknya yang lumpuh. Melainkan juga, suami yang menjadi tulang punggung keluarga. Allahu Akbar.
Hal itulah yang kini dialami seorang ibu usia 70 tahun. Namanya Atikah. Di rumahnya yang sederhana, ia dan keluarga lebih banyak berbaring daripada beraktivitas layaknya keluarga besar.
Mak Atikah bersyukur bisa menikah dengan seorang suami yang alhamdulillah baik dan rajin. Walau hanya sebagai pencari rumput, Mak Atikah begitu menghargai pekerjaan yang dilakoni suaminya. Bahkan, tidak jarang, ia membantu sang suami ikut mencari rumput.
Beberapa bulan setelah menikah, tepatnya di tahun 1957, Allah mengaruniai Mak Atikah dengan seorang putera. Ia dan suami begitu bahagia. Ia kasih nama sang putera tercinta dengan nama Entang.
Awalnya, Entang tumbuh normal. Biasa-biasa saja layaknya anak-anak lain. Baru terasa beda ketika anak sulung itu berusia 10 tahun.
Waktu itu, Entang sakit panas. Bagi Mak Atikah dan suami, anak sakit panas sudah menjadi hal biasa. Apalagi tinggal di daerah pedesaan yang jauh dari pelayanan medis. Entang pun dibiarkan sakit panas tanpa obat.
Panas yang diderita sang anak ternyata kian hebat. Tiba-tiba, Entang merasakan kalau kakinya tidak bisa digerakkan. Setelah dicoba beberapa kali, kaki Entang memang benar-benar lumpuh.
Musibah ini ternyata tidak berhenti hanya di si sulung. Tiga adik Entang pun punya gejala sakit yang sama dengan sang kakak. Dan semuanya sakit di usia SD atau kira-kira antara 7 sampai 10 tahun. Satu per satu, anak-anak Mak Atikah menderita lumpuh.
Usut punya usut, ternyata anak-anak yang tinggal di Desa Cileunca, Kecamatan Bojong, Purwakarta itu sebagian besar terserang penyakit polio. Tapi, semuanya sudah serba terlambat. Lagi pula, apa yang bisa dilakukan Mak Atikah dengan suami yang hanya seorang pencari rumput.
Sejak itu, Mak Atikah mengurus empat anaknya sekaligus seorang diri. Dengan sarana hidup yang begitu sederhana, bahkan sangat kekurangan, keluarga ini mengarungi hidup puluhan tahun dengan kesibukan anak-anak yang lumpuh.
Ujian Allah buat Mak Atikah ternyata tidak berhenti sampai di situ. Di tahun 90-an, giliran suami Bu Atikah yang mengalami musibah. Saat mencari rumput, Pak Didin terjatuh. Orang-orang sekitar pun menggotong Pak Didin pulang. Dan sejak itu, Pak Didin tidak bisa lagi menggerakkan kaki dan tangannya. Ia cuma bisa berbaring.
Lalu, bagaimana dengan pemasukan keluarga kalau sang suami tidak lagi bisa berkerja. Bu Atikah pun tidak mau diam. Kalau selama ini ia hanya bisa mengurus anak-anak di rumah, sejak itu, ibu yang waktu itu berusia hampir enam puluh tahun pun menggantikan sang suami dengan pekerjaan yang sama. Di usianya yang begitu lanjut, Bu Atikah mengais rezeki dengan mencari rumput.
Sehari-hari, ia berangkat pagi menuju tanah-tanah kosong yang dipenuhi rumput. Ia kumpulkan rumput-rumput itu dengan sebilah arit, kemudian dibawa ke pemesan. Tidak sampai sepuluh ribu rupiah ia kumpulkan per hari dari mencari rumput. Dan itu, ia gunakan untuk mengepulkan asap dapur rumahnya. Hanya sekadar menyambung hidup.
Di bulan Mei tahun ini, sang suami yang hanya bisa berbaring dipanggil Allah untuk selamanya. Kini, tinggal Mak Atikah yang mengurus keempat anaknya yang tidak juga sembuh dari lumpuh.
Allah menguji hambaNya dengan sesuatu yang mungkin sulit untuk dicerna pikiran orang lain. Subhanallah. 
WWW.eramuslim.com